Sejarah
Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, psikologi melalui sebuah perjalanan panjang. Bahkan sebelum Wundt mendeklarasikan laboratoriumnya tahun 1879, yang dipandang sebagai kelahiran psikologi sebagai ilmu. pandangan tentang manusia dapat ditelusuri jauh ke masa Yunani kuno.Psikologi
sendiri sebenarnya telah dikenal sejak jaman Aristoteles sebagai ilmu
jiwa, yaitu ilmu untuk kekuatan hidup ( levens beginsel). Aristoteles
memandang ilmu jiwa sebagai ilmu yang mempelajari gejala - gejala
kehidupan. Jiwa adalah unsur kehidupan (Anima), karena itu tiap - tiap
makhluk hidup mempunyai jiwa.
Dapat dikatakan bahwa sejarah psikologi sejalan dengan perkembangan
intelektual di Eropa, dan mendapatkan bentuk pragmatisnya di benua
Amerika.
Metode Psikologi
Beberapa metodologi dalam psikologi, di antaranya sebagai berikut :
- Metodologi Eksperimental
- Cara ini dilakukan biasanya di dalam laboratorium dengan mengadakan berbagai eksperimen. Peneliti mempunyai kontrol sepenuhnya terhadap jalannya suatu eksperimen. Yaitu menentukan akan melakukan apa pada sesuatu yang akan ditelitinya, kapan akan melakukan penelitian, seberapa sering melakukan penelitiannya, dan sebagainya. Pada metode eksperimental, maka sifat subjektivitas dari metode introspeksi akan dapat diatasi. Pada metode instrospeksi murni hanya diri peneliti yang menjadi objek. Tetapi pada instrospeksi eksperimental jumlah subjek banyak, yaitu orang - orang yang dieksperimentasi itu. Dengan luasnya atau banyaknya subjek penelitian maka hasil yang didapatkan akan lebih objektif
- Observasi Ilmiah
- Pada pengamatan ilmiah, suatu hal pada situasi-situasi yang ditimbulkan tidak dengan sengaja. Melainkan dengan proses ilmiah dan secara spontan. Observasi alamiah ini dapat diterapkan pula pada tingkah laku yang lain, misalnya saja : tingkah laku orang-orang yang berada di toko serba ada, tingkah laku pengendara kendaraan bermotor dijalan raya, tingkah laku anak yang sedang bermain, perilaku orang dalam bencana alam, dan sebagainya.
- Sejarah Kehidupan (metode biografi)
- Sejarah kehidupan seseorang dapat merupakan sumber data yang penting untuk lebih mengetahui “jiwa” orang yang bersangkutan, misalnya dari cerita ibunya, seorang anak yang tidak naik kelas mungkin diketahui bahwa dia bukannya kurang pandai tetapi minatnya sejak kecil memang dibidang musik sehingga dia tidak cukup serius untuk mengikuti pendidikan di sekolahnya.Dalam metode ini orang menguraikan tentang keadaaa, sikap - sikap ataupun sifat lain mengenai orang yang bersangkutan . Pada metode ini disamping mempunyai keuntungan juga mempunyai kelemahan, yaitu tidak jarang metode ini bersifat subjektif .
- Wawancara
- Wawancara merupakan tanya jawab si pemeriksa dan orang yang diperiksa. Agar orang diperiksa itu dapat menemukan isi hatinya itu sendiri, pandangan-pandangannya, pendapatnya dan lain-lain sedemikian rupa sehingga orang yang mewawancarai dapat menggali semua informasi yang dibutuhkan.Baik angket atau interview keduanya mempunyai persamaan, tetapi berbeda dalam cara penyajiannya. Keuntungan interview dibandingkan dengan angket yaitu:
- Pada interview apabila terdapat hal yang kurang jelas maka dapat diperjelas
- interviwer(penanya) dapat menyesuaikan dengan suasana hati interviwee ( responden yang ditanyai)
- Terdapat interaksi langsung berupa face to facesehingga diharapkan dapat membina hubungan yang baik saat proses interview dilakukan.
- Angket
- Angket merupakan wawancara dalam bentuk tertulis. Semua pertanyaan telah di susun secara tertulis pada lembar-lembar pertanyaan itu, dan orang yang diwawancarai tinggal membaca pertanyaan yang diajukan, lalu menjawabnya secara tertulis pula. Jawaban-jawabannya akan dianalisis untuk mengetahui hal-hal yang diselidiki.
- Pemeriksaan Psikologi
- Dalam bahasa populernya pemeriksaan psikologi disebut juga dengan psikotes Metode ini menggunakan alat-alat psikodiagnostik tertentu yang hanya dapat digunakan oleh para ahli yang benar-benar sudah terlatih. alat-alat itu dapat dipergunakan unntuk mengukur dan untuk mengetahui taraf kecerdasan seseorang, arah minat seseorang, sikap seseorang, struktur kepribadian seeorang, dan lain-lain dari orang yang diperiksa itu.
- Metode Analisis Karya
- Dilakukan dengan cara menganalisis hasil karya seperti gambar - gambar, buku harian atau karangan yang telah dibuat. Hal ini karena karya dapat dianggap sebagai pencetus dari keadaan jiwa seseorang
- Metode Statistik
- Umumnya digunakan dengan cara mengumpulkan data atau materi dalam penelitian lalu mengadakan penganalisaan terhadap hasil; yang telah didapat .
Metode Psikologi Perkembangan
Pada Metode Psikologi Perkembangan
memiliki 2 metode, yaitu metode umum dan metode khusus. pada metode
umum ini pendekatan yang dipakai dengan pendekatan longitudinal,
transversal, dan lintas budaya. Dari pendekatan ini terlihat adanya data
yang diperoleh secara keseluruhan perkembangan atau hanya beberapa
aspek saja dan bisa juga melihat dengan berbagai faktor dari bawaan dan
lingkungan khususnya kebudayaan.
Sedangkan pada metode khusus merupakan suatu metode yang akan
diselidiki dengan suatu proses alat atau perhitungan yang cermat dan
pasti. Dalam pendekatan ini dapat digunakan dengan pendekatan eksperimen
dan pengamatan.
Psikologi kontemporer
Diawali pada abad ke 19, dimana saat itu berkembang 2 teori dalam menjelaskan tingkah laku, yaitu:
- Psikologi Fakultas
- Psikologi fakultas adalah doktrin abad 19 tentang adanya kekuatan mental bawaan, menurut teori ini, kemampuan psikologi terkotak-kotak dalam beberapa ‘fakultas’ yang meliputi berpikir, merasa, dan berkeinginan. Fakultas ini terbagi lagi menjadi beberapa subfakultas. Kita mengingat melalui subfakultas memori, pembayangan melalui subfakultas imaginer, dan sebagainya.
- Psikologi Asosiasi
- Bagian dari psikologi kontemporer abad 19 yang mempercayai bahwa proses psikologi pada dasarnya adalah asosiasi ide yaitu bahwa ide masuk melalui alat indera dan diasosiasikan berdasarkan prinsip-prinsip tertentu seperti kemiripan, kontras, dan kedekatan.
Psikologi sebagai ilmu pengetahuan
Walaupun sejak dulu telah ada pemikiran tentang ilmu yang mempelajari
manusia dalam kurun waktu bersamaan dengan adanya pemikiran tentang
ilmu yang mempelajari alam, akan tetapi karena kerumitan dan kedinamisan
manusia untuk dipahami, maka psikologi baru tercipta sebagai ilmu sejak
akhir 1800-an yaitu sewaktu Wilhem Wundt mendirikan laboratorium psikologi pertama didunia.
- Laboratorium Wundt
Pada tahun 1879 Wilhem Wundt mendirikan laboratorium Psikologi pertama di University of Leipzig, Jerman. Ditandai oleh berdirinya laboratorium ini, maka metode ilmiah untuk lebih mamahami manusia
telah ditemukan walau tidak terlalu memadai. dengan berdirinya
laboratorium ini pula, lengkaplah syarat psikologi untuk menjadi ilmu pengetahuan, sehingga tahun berdirinya laboratorium Wundt diakui pula sebagai tanggal berdirinya psikologi sebagai ilmu pengetahuan.
- Berdirinya Aliran Psikoanalisa
Semenjak tahun 1890an sampai kematiannya di 1939, dokter berkebangsaan Austria bernama Sigmund Freud
mengembangkan metode psikoterapi yang dikenal dengan nama
psikoanalisis. Pemahaman Freud tentang pikiran didasarkan pada metode
penafsiran, introspeksi, dan pengamatan klinis, serta terfokus pada
menyelesaikan konflik alam bawah sadar, ketegangan mental, dan gangguan
psikis lainnya.
Fungsi psikologi sebagai ilmu
Psikologi memiliki tiga fungsi sebagai ilmu yaitu:
- Menjelaskan, yaitu mampu menjelaskan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laku itu terjadi. Hasilnya penjelasan berupa deskripsi atau bahasan yang bersifat deskriptif
- Memprediksikan, Yaitu mampu meramalkan atau memprediksikan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laku itu terjadi. Hasil prediksi berupa prognosa, prediksi atau estimasi
- Pengendalian, Yaitu mengendalikan tingkah laku sesuai dengan yang diharapkan. Perwujudannya berupa tindakan yang sifatnya preventif atau pencegahan, intervensi atau treatment serta rehabilitasi atau perawatan.
Pendekatan perilaku
Pendekatan perilaku, pada dasarnya tingkah laku adalah respon atas stimulus
yang datang. Secara sederhana dapat digambarkan dalam model S - R atau
suatu kaitan Stimulus - Respon. Ini berarti tingkah laku itu seperti
reflek tanpa kerja mental sama sekali.
Pendekatan kognitif
Pendekatan kognitif menekankan bahwa tingkah laku adalah proses mental, dimana individu
(organisme) aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan, dan
menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi. Individu menerima stimulus
lalu melakukan proses mental sebelum memberikan reaksi atas stimulus
yang datang.
Pendekatan psikoanalisa
Pendekatan psikoanalisa dikembangkan oleh Sigmund Freud. Ia meyakini bahwa kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar. Sehingga tingkah laku banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari, seperti keinginan, impuls, atau dorongan. Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap hidup dalam alam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk dipuaskan.
Pendekatan fenomenologi
Pendekatan fenomenologi ini lebih memperhatikan pada pengalaman subyektif
individu karena itu tingkah laku sangat dipengaruhi oleh pandangan
individu terhadap diri dan dunianya, konsep tentang dirinya, harga
dirinya dan segala hal yang menyangkut kesadaran atau aktualisasi dirinya. Ini berarti melihat tingkah laku seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena tentang dirinya.
Kajian psikologi
Psikologi adalah ilmu yang luas dan ambisius, dilengkapi oleh biologi dan ilmu saraf pada perbatasannya dengan ilmu alam dan dilengkapi oleh sosiologi dan anthropologi pada perbatasannya dengan ilmu sosial. Beberapa kajian ilmu psikologi diantaranya adalah:
1. Psikologi perkembangan
Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari perkembangan manusia
dan faktor-faktor yang membentuk prilaku seseorang sejak lahir sampai lanjut usia. Psikologi perkembangan berkaitan erat dengan psikologi sosial, karena sebagian besar perkembangan terjadi dalam konteks adanya interaksi sosial. Dan juga berkaitan erat dengan psikologi kepribadian, karena perkembangan individu dapat membentuk kepribadian khas dari individu tersebut
2. Psikologi sosial
Bidang ini mempunyai 3 ruang lingkup, yaitu :
- studi tentang pengaruh sosial terhadap proses individu, misalnya : studi tentang persepsi, motivasi proses belajar, atribusi (sifat)
- studi tentang proses-proses individual bersama, seperti bahasa, sikap sosial, perilaku meniru dan lain-lain
- studi tentang interaksi kelompok, misalnya kepemimpinan, komunikasi hubungan kekuasaan, kerjasama dalam kelompok, dan persaingan.
3. Psikologi kepribadian
Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari tingkah laku manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, psikologi kepribadian berkaitan erat dengan psikologi perkembangan dan psikologi sosial, karena kepribadian
adalah hasil dari perkembangan individu sejak masih kecil dan bagaimana
cara individu itu sendiri dalam berinteraksi sosial dengan
lingkungannya.
4. Psikologi kognitif
Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari kemampuan kognisi, seperti: Persepsi, proses belajar, kemampuan memori, atensi, kemampuan bahasa dan emosi.
Wilayah terapan psikologi
Wilayah terapan psikologi adalah wilayah-wilayah dimana kajian psikologi dapat diterapkan. walaupun demikian, belum terbiasanya orang-orang Indonesia dengan spesialisasi membuat wilayah terapan ini rancu, misalnya, seorang ahli psikologi pendidikan mungkin saja bekerja pada HRD sebuah perusahaan, atau sebaliknya.
1. Psikologi sekolah
Psikologi sekolah berusaha menciptakan situasi yang mendukung bagi anak didik dalam mengembangkan kemampuan akademik, sosialisasi, dan emosi. Yang bertujuan untuk membentuk mind set anak
2. Psikologi industri dan organisasi
Psikologi industri memfokuskan pada menggembangan, mengevaluasi dan memprediksi kinerja suatu pekerjaan yang dikerjakan oleh individu, sedangkan psikologi organisasi mempelajari bagaimana suatu organisasi memengaruhi dan berinteraksi dengan anggota-anggotanya
3. Psikologi kerekayasaan
Penerapan psikologi yang berkaitan dengan interaksi antara manusia dan mesin untuk meminimalisasikan kesalahan manusia ketika berhubungan dengan mesin (human error)
4. Psikologi klinis
Adalah bidang studi psikologi dan juga penerapan psikologi dalam
memahami, mencegah dan memulihkan keadaan psikologis individu ke ambang normal.
PSIKOLOGI KEPRIBADIAN
Beberapa pembahasan mengenai aspek-aspek
kejiwaan dalam pribadi seseorang yang sering ditemui dalam kehidupan
sehari-hari atau dalam latihan-latihan,
A.
Perasaan
Kerap kali
kita melihat orang tampak gembira atau sedih. Gembira atau sedih ini
adalah pernyataan-pernyataan perasaan. Perasaan itu menyatakan sesuatu
tentang keadaan jiwa pada suatu saat. Ada rasa “suka dan tidak suka”.
Rasa suka
adalah rasa yang menyenangkan : enak, ketenangan, keindahan, lezat,
kebahagiaan dan sebagainya. Rasa tidak suka adalah rasa yang tidak enak,
tidak menyenangkan, dukacita, takut, khawatir, gelisah, kesedihan, kacau
dan sebagainya.
Perasaan
itu selalu bersifat perseorangan, selalu bersama-sama dengan
gejala-gejala jiwa lainnya, seperti teringat sesuatu, frustasi, kecewa,
bahagia dan lain lain. Perasaan biasanya menyatakan diri dengan tingkah
laku dan dapat diselidiki dengan jalan ekstrospeksi dan introspeksi.
Perasaan ada yang bersifat biologis dan rohaniyah. Perasaan biologis
meliputi perasaan yang berhubungan dengan fungsi hidup jasmaniah (lapar,
haus, letih, lesu dan lain-lain).
Perasaan
rohaniyah meliputi ; perasaan intelek yang menyertai pekerjaan
intelektual, perasaan estetis yang berhubungan dengan keindahan (termasuk
hal-hal yang lucu), perasan etis yang berhubungan dengan perbuatan baik
dan buruk, perasaan keagamaan yang berhubungan dengan
peristiwa-peristiwa dimana kita ingat kepada Tuhan, perasan diri yang
menyertai gambaran kita sendiri (positif dan negatif ; kompleks
inferior/superior), perasaan sosial dalam hubungan kita dengan orang
lain.
B.
Prasangka
Prasangka
adalah predisposisi untuk memberikan penilaian yang diskriminatif
terhadap pribadi atau kelompok tertentu. Menurut analisis transaksional,
hal ini terjadi karena cara hidup yang kita peroleh dari pengalaman
sejak kecil atau masa lalu menjadikan kita tidak dapat melihat keadaan
sebenarnya dengan jelas.
Kita
mempunyai harapan-harapan tertentu tentang orang lain –seringkali
harapan yang bersifat negatif--, karena perbedaan jenis kelamin, suku
bangsa, agama atau perbedaan kelompok. Harapan-harapan demikian
seringkali tidak diajarkan terus terang pada kita, tetapi diangkat dari
pengamatan kita terhadap prasangka mereka yang berpengaruh pada masa
kecil kita.
Ketika
saya melakukan/memimpin sebuah pelatihan (Up-grading), seorang peserta
wanita meminta waktu untuk berbicara dengan saya pada hari ke 2. Ia
kelihatan sangat kikuk dan mengatakan kepada saya, bahwa ia tidak tahu
apa yang harus dikatakannya. Saya memberikan dorongan dan akhirnya ia
mengatakan “saya merasa sangat malu ! ketika pertama kali anda masuk
ruangan untuk memberikan materi, saya agak jengkel”. “Bayangkan, ketika
saya memutuskan untuk ikut acara ini, saya akan dipimpin oleh seorang
yang pemarah”, “akan tetapi saya merasa tertipu oleh prasangka saya, dan
kini harus saya katakan kepada anda, bahwa anda adalah orang yang ramah
dan suka humor dan materi yang anda berikan sangat berguna bagi saya”,
“saya sangat malu karena waktu itu langsung mengira bahwa saya akan
“ketakutan” dan tidak akan mendapatkan materi yang berguna, karena anda
terlihat seperti seorang yang galak”.
Peserta
wanita tersebut telah mempunyai prasangka yang bukan-bukan, tapi ia
tidak bersikeras dengan prasangkanya, sehingga ia masih dapat berubah
pandangan. Sayang sekali pada beberapa kasus, ada orang yang demikian
kuat prasangkanya, sehingga tidak dapat mengubahnya, karena prasangka
dapat mendistorsi persepsi kita tentang realita, maka prasangka
merupakan hambatan yang besar dalam komunikasikita dengan orang lain.
Menyadari prasangka kita sendiri biasanya sulit, karena kita selalu
yakin akan kebenaran prasangka itu.
Adakalanya
prasangka mampu membuat seseorang yang kurang percaya diri merasa lebih
baik. Prasangka dapat membuat orang memandang rendah orang lain.
Sesungguhnya hal demikian justru mempersulit upaya mengenali dan
menghilangkan prasangka. Orang yang sangat dikuasai prasangka biasanya
selalu merasa tidak aman dan bersifat kaku.
Mereka
selalu mencoba mengatasi keraguan dan ketakutan mereka dengan
merendahkan orang lain, melemparkan kesalahan pada orang lain, dan
menganut faham yang dogmatis. Menyadari sifatnya tersebut, membuat kita
tidak mudah marah terhadapnya. Orang yang demikian tidak akan menjadi
baik bila dihadapi dengan sikap yang keras dan menuntut ; sebaiknya,
mereka membutuhkan rasa aman dan tenang, sebelum mampu menghilangkan
sikapnya yang kurang baik.
C.
Delusi
Delusi
merupakan keyakinan semu yang sesungguhnya tidak benar, dan tidak dapat
dikoreksi dengan pikiran sehat. Terdapat perbedaan antara delusi dengan
kekeliruan yang adakalanya kita lakukan dalam menanggapi fakta-fakta,
karena delusi ditimbulkan oleh berbagai perasaan negatif. Timbul delusi
bila perasaan yang kuat mewarnai persepsi kita tentang dunia, diri kita
atau orang lain. Mungkin kita masih ingat bagaimana seseorang merasa
bahwa orang-orang menilai dirinya secara negatif.
Delusi
menyudutkan kita untuk melakukan tindakan yang mengacaukan situasi. Kita
bertindak berdasarkan persepsi salah yang membuat kita membayangkan
respons negatif dari orang lain, karena itu mungkin sekali kita justru
mendapat reaksi seperti yang dibayangkan sehingga menguatkan rasa takut
kita.
D.
Atribusi
Kita semua
mencoba memahami pengalaman-pengalaman kita, kemudian berupaya agar
pengalaman-pengalaman tersebut bermakna, dan menafsirkannya. Atribusi,
beberapa alasan yang kita gunakan untuk menerangkan
pengalaman-pengalaman kita biasanya mengacu pada beberapa ciri khusus
seseorang (dari kita sendiri dan orang lain) atau pada keadaan
sekitarnya. Atribusi yang kita miliki membantu pembentukan khayalan kita
yang terarah.
Tina
mempunyai berat badan yang berlebihan. Ia takut orang tidak menyukainya,
oleh karena itu ia menghindari pertemuan-pertemuan di masyarakat. Ia
mengkambinghitamkan kegemukannya sebagai penyebab kesulitan-kesulitannya.
Bila ia tidak mengurangi berat badannya, ia akan terus saja berkeyakinan
bahwa semua masalah yang diambilnya dapat teratasi bila berat badannya
turun.
E.
Disonansi Kognitif
Adakalanya
pemahaman kita terganggu, sehingga menyulitkan kita. Kita juga merasakan
disonansi kognitif bila sikap dan tingkah laku kita tidak serasi.
Disonansi kognitif terjadi bila kehidupan psikologis kita tidak harmonis.
Eman
adalah seorang perokok berat, ketika bermunculan himbauan-himbauan
tentang bahaya merokok bagi kesehatan, ia selalu mengatakan akan
berhenti merokok. Tetapi kenyataannya tidak, dan ia tidak lagi berbicara
tentang rencana menghentikan kebiasaan tersebut. Tampaknya ia tetap
menikmati kebiasaan merokoknya. Suatu saat bila ia didesak tentang hal
itu, iapun mengatakan bahwa ia sesungguhnya tahu dan harus berhenti
merokok, tapi hidupnya kini sangat tertekan, sehingga ia tidakdapat
berhenti merokok sekarang ini.
Ini
menunjukkan bagaimana terjadinya disonansi kognitif. Keadaan tersebut
bagi kita sesungguhnya tidak enak. Bila terjadi disonansi, ada sesuatu
yang harus dilepas, atau ada ketidaksesuaian antara suatu keyakinan
dengan keyakinan-keyakinan atau sikap yang penting. Bersikeras
mempertahankan kedua-duanya, akan terasa sangat menyiksa. Pikiran Eman
yang pertama adalah berhenti merokok, tetapi ia tidak sanggup
melakukannya. Kemudian ia mengabaikan peringatan tentang kesehatan (menganggap
bahwa peringatan tersebut bukan ditujukan kepadanya) dan ia dapat terus
merokok dengan santai. Ketika ia diberitahu untuk memperhatikan
peringatan-peringatan ini, ia meyakinkan dirinya bahwa nanti ia akan
berhenti merokok, ia menggunakan beberapa cara disonansi kognitif untuk
mengatakan hal itu.
Dua cara
lain untuk menghadapi disonansi adalah dengan reaksi “anggur yang masam”
dan “Jeruk yang manis”. Kita mencoba meyakinkan diri bahwa sebenarnya
kita tidak menginginkan apa yang tidak dapat kita peroleh, atau bahwa
kita menyenangi sesuatu yang tidak kita kehendaki tetapi kita tidak
dapat melepaskannya. Kita juga dapat mengatasinya dengan mengusahakan
persesuaian pendapat tentang keyakinan tertentu yang penting untuk
memperkuat keyakinan kita yang kurang kokoh.
F.
Gaya Interpersonal
Gaya
interpersonal berkaitan dengan cara kita memperlakukan orang lain dan
perlakuan orang lain terhadap diri kita sesuai dengan yang kita harapkan.
Orang dewasa seperti halnya anak-anak, berbeda caranya berkomunikasi
dengan orang lain. Ada orang yang hanya sedikit memberikan andil bagi
orang lain, tetapi banyak sekali yang mengharapkan dari andil orang
lain. Ada orang yang memanfaatkan kemarahan yang meluap-luap untuk
mendapatkan apa yang mereka inginkan atau membisu atau menarik diri bila
keadaan dirasakannya tidak menyenangkan. Ada pula yang mencoba
mempermainkan atau “memanfaatkan” orang lain dan adapula yang sangat
menghargai orang lain dan memperlakukannya sebagaimana mereka ingin
diperlakukan. Seperti halnya gaya moral, kita mengikuti suatu cara
tertentu dalam menuju kematangan hubungan pergaulan.
G.
Tahap Impulsif
Tina
mempertimbangkan masalah-masalah moral hanya pada saat-saat ia menemui
kesulitan. Tampaknya ia tidak mengerti bahwa orang membutuhkan
peraturan-peraturan mengenai perilaku dalam kehidupan bersama. Baginya,
suatu perbuatan yang tercela hanyalah perbuatan-perbuatan yang dapat
dihukum, Tina hidup menurut impulsnya ; adakalanya ia mabuk-mabukan dan
termasuk orang yang “bermurah hati” dalam kehidupan seksual.
Bila
mengalami frustasi atau marah, Tina suka mengamuk. Ia memandang orang
lain sebagai sumber masukan, dan menilai diri mereka dari seberapa
banyak bantuan orang tersebut kepadanya. Dalam pandangannya yang
terpusat pada diri sendiri itu, ia mengabaikan perasaan dan keinginan
orang lain. Bila masalah interpersonal menjadi terlalu sulit, ia akan
dengan serta merta melarikan diri dari keadaan, tidak berusaha
memperbaiki dan mencarikan solusi dari permasalahan yang muncul tapi
bahkan mengakhiri suatu hubungan interpersonal.
Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia
inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak
menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia
inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak
menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia
inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak
menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia
inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak
menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia
inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak
menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia
inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak
menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia
inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak
menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia
inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak
menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia
inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak
menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia
inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak
menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia
inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak
menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia
inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak
menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia
inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak
menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia
inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak
menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia
inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak
menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia
inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak
menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia
inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak
menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia
inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak
menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia
inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak
menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia
inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak
menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar